
ADHD atau attention deficit hyperactivity disorder adalah gangguan mental yang menyebabkan seorang anak sulit memusatkan perhatian, serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif, sehingga dapat berdampak pada prestasi anak di sekolah.
Hingga saat ini, penyebab utama ADHD belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi, kondisi ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Selain terjadi pada anak-anak, ADHD juga dapat terjadi pada orang dewasa
Hingga saat ini, penyebab utama ADHD belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi, kondisi ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Selain terjadi pada anak-anak, ADHD juga dapat terjadi pada orang dewasa
Gejala ADHD
Gejala utama ADHD adalah sulit memusatkan perhatian, serta berperilaku impulsif dan hiperaktif. Penderita tidak bisa diam dan selalu ingin bergerak.
Gejala ADHD biasanya sudah terlihat sejak masa anak-anak. Gejala ADHD pada anak-anak umumnya muncul sejak usia 3 tahun, dan akan terlihat makin mencolok seiring bertambahnya usia anak, terutama saat anak masuk sekolah atau di awal masa pubertas. Meski begitu, bisa saja gejala ADHD baru terlihat ketika penderita sudah dewasa.
Gejala utama ADHD adalah sulit memusatkan perhatian, serta berperilaku impulsif dan hiperaktif. Penderita tidak bisa diam dan selalu ingin bergerak.
Gejala ADHD biasanya sudah terlihat sejak masa anak-anak. Gejala ADHD pada anak-anak umumnya muncul sejak usia 3 tahun, dan akan terlihat makin mencolok seiring bertambahnya usia anak, terutama saat anak masuk sekolah atau di awal masa pubertas. Meski begitu, bisa saja gejala ADHD baru terlihat ketika penderita sudah dewasa.
Gejala ADHD pada Anak
Gejala utama ADHD adalah sulit memusatkan perhatian, serta menunjukkan perilaku hiperaktif dan impulsif. Sebenarnya normal ketika anak terkadang sulit memusatkan perhatian atau berperilaku impulsif. Namun pada anak ADHD, perilaku tersebut lebih sering muncul dan lebih parah, hingga memengaruhi prestasinya di sekolah serta interaksi sosialnya dengan anak-anak lain.
Kebanyakan penderita ADHD mengalami kedua gejala tersebut, meskipun kadang hanya salah satu gejala yang nampak. Misalnya pada anak yang belum sekolah, gejala hiperaktif akan lebih menonjol. Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai gejala ADHD pada anak-anak:
1. Sulit memusatkan perhatian
Gejalanya berupa kesulitan dalam memerhatikan arahan dari orang lain atau pelajaran dari guru. Contohnya:
- Tidak fokus dalam mengerjakan sesuatu.
- Perhatiannya mudah teralihkan.
- Sering terlihat seperti tidak mendengarkan pembicaraan atau arahan, bahkan ketika diajak berbicara langsung.
- Tidak memerhatikan hal-hal detail.
- Ceroboh.
- Sulit mengatur tugas dan aktivitas yang dijalani.
- Sulit mengikuti instruksi untuk mengerjakan sesuatu.
- Sering kehilangan barang-barang yang digunakan sehari-hari.
- Tidak menyukai aktivitas yang perlu memusatkan perhatian, seperti mengerjakan PR.
Bila hanya ada gejala ini tanpa perilaku hiperaktif, artinya penderita mengalami ADHD jenis inatentif.
2. Perilaku hiperaktif dan impulsif
Contoh dari perilaku hiperaktif dan impulsif adalah:
Contoh dari perilaku hiperaktif dan impulsif adalah:
- Sulit untuk diam di tempat duduknya ketika mengikuti pelajaran di kelas.
- Kebiasaan menggerakkan bagian tubuh, terutama kaki atau tangan, ketika sedang duduk.
- Sulit melakukan aktivitas dengan tenang.
- Berlari-lari atau memanjat sesuatu di saat yang tidak tepat.
- Sering memotong pembicaraan orang lain.
- Berbicara terlalu banyak.
- Sering mengganggu aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
- Tidak dapat diam dan selalu ingin bergerak.
Gejala ADHD pada Orang Dewasa
Gejala ADHD tidak hanya dialami oleh anak-anak, tapi bisa juga dialami oleh orang dewasa. Orang dewasa yang menderita ADHD diduga pernah mengalami ADHD pada masa kecilnya.
Gejala hiperaktif pada ADHD biasanya akan berkurang seiring bertambahnya usia. Namun sebaliknya, gejala sulit memusatkan perhatian cenderung bertambah parah seiring pertambahan usia.
Penderita ADHD dewasa akan mengalami masalah dalam pendidikan maupun pekerjaan, antara lain akibat kesulitan dalam menentukan prioritas dan memusatkan perhatian. Selain itu, penderita ADHD dewasa juga sulit untuk memiliki teman atau pasangan, karena cenderung uring-uringan atau mudah emosi.
Kapan Harus ke Dokter
Segera periksakan anak ke dokter jika ia menunjukkan gejala-gejala ADHD, yaitu sulit memusatkan perhatian dan berperilaku hiperaktif atau impulsif.
Gejala-gejala ADHD sering kali sulit dibedakan dengan perilaku anak-anak yang normal. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya berkonsultasi dengan dokter jika merasa anak menunjukkan perilaku yang tidak wajar.
Anak yang menderita ADHD juga perlu diperiksakan secara rutin ke dokter, agar kondisi penyakit, gejala, dan responnya terhadap pengobatan dapat terus dipantau.
Penyebab dan Faktor Risiko ADHD
Penyebab ADHD belum diketahui dengan pasti, tetapi sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ADHD dapat terjadi akibat kombinasi dari beberapa faktor berikut:
Penyebab ADHD belum diketahui dengan pasti, tetapi sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ADHD dapat terjadi akibat kombinasi dari beberapa faktor berikut:
- Keturunan atau faktor genetik, yaitu memiliki ibu, ayah, atau saudara dengan ADHD atau gangguan mental lain.
- Kelahiran prematur, yaitu lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu.
- Kelainan pada struktur atau fungsi otak.
- Kerusakan otak sewaktu dalam kandungan.
- Ibu menggunakan NAPZA, mengonsumsi minuman beralkohol, atau merokok selama masa kehamilan.
- Ibu mengalami stres sewaktu hamil.
- Paparan racun dari lingkungan sewaktu masa kanak-kanak, misalnya paparan timbal dari cat.
Pencegahan ADHD
Kemunculan ADHD pada anak memang tidak dapat dicegah, namun risiko munculnya kelainan ini dapat dikurangi. Untuk mengurangi risiko terjadinya ADHD, ibu hamil tidak boleh merokok, minum minuman beralkohol, dan menggunakan NAPZA. Selain itu, jauhkan anak dari asap rokok dan paparan zat beracun.
Diagnosis ADHD
Diagnosis ADHD dilakukan melalui kerja sama berbagai pihak, yaitu dokter anak, psikiater anak, orang tua, dan pihak sekolah. Proses diagnosis melibatkan wawancara, baik dengan anak, orang tua, maupun guru.
Selain itu, dokter anak juga akan melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk mencari penyebab lain yang dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan ADHD.
Tidak semua anak yang sulit konsentrasi dan hiperaktif pasti menderita ADHD. Anak-anak yang sehat umumnya sangat aktif dan sering membuat orang tuanya kewalahan. Demikian juga halnya dengan remaja. Walau terlihat seperti tidak mendengarkan pembicaraan, berperilaku impulsif, dan perhatiannya mudah teralihkan, mereka belum tentu menderita ADHD.
ADHD sering kali tidak terdiagnosis karena orang tua menganggap gejala yang muncul merupakan perilaku yang normal, sehingga tidak memeriksakannya ke dokter. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengenali gejala ADHD serta perbedaannya dengan perilaku normal pada anak-anak.
Diagnosis ADHD cukup sulit dilakukan, sehingga dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Ada serangkaian pemeriksaan fisik serta psikologis yang akan dilakukan oleh dokter anak dan psikiater. Selain keluarga, pihak sekolah (khususnya guru) juga sebaiknya terlibat dalam proses ini. Tidak hanya pada anak-anak, proses diagnosis ADHD pada penderita dewasa juga tergolong sulit.
Pemeriksaan untuk mendiagnosis ADHD meliputi wawancara dan pemeriksaan fisik. Dokter akan melakukan wawancara, baik dengan anak maupun dengan orang tua, guru, dan pengasuh.
Secara umum, wawancara dan pemeriksaan ini bertujuan untuk:
- Mendiagnosis apakah anak menderita ADHD.
- Mengetahui tingkat keparahan ADHD yang diderita anak.
- Mengetahui adanya penyakit lain yang menyebabkan gejala yang dialami anak.
- Mengetahui adanya gangguan mental lain pada anak.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang berupa hitung darah lengkap, tes fungsi hati, tes fungsi tiroid, dan MRI otak.
Langkah Penanganan ADHD
Penanganan ADHD dapat berupa pemberian obat-obatan dan psikoterapi. Selain penderita, orang tua, keluarga, pengasuh, dan guru di sekolah juga perlu mendapatkan bimbingan untuk menghadapi anak dengan ADHD. Walaupun ADHD tidak bisa disembuhkan sepenuhnya, pengobatan yang diberikan dapat meredakan gelaja ADHD dan memampukan penderitanya untuk menjalani hidup dengan normal.
Kombinasi obat-obatan dan terapi khusus merupakan langkah terbaik untuk menangani ADHD. Tidak ada jalan pintas untuk mengatasi kondisi ini. Penanganan ADHD membutuhkan kesiapan dan komitmen dari segi waktu, emosi, maupun keuangan.
Meski tidak bisa disembuhkan sepenuhnya, ADHD dapat ditangani dengan beberapa jenis obat dan terapi untuk meredakan gejala-gejala yang timbul, sehingga penderitanya bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan normal.
Penanganan dengan Obat-obatan
Obat yang umum diberikan untuk ADHD adalah methylphenidate. Obat ini bekerja dengan cara menyeimbangkan senyawa kimia pada otak sehingga dapat meredakan gejala ADHD.
Methylphenidate aman untuk dikonsumsi anak-anak, namun dokter tetap akan memantau pengobatan untuk mewaspadai munculnya efek samping, seperti gangguan pada jantung. Bila anak mengalami efek samping tersebut, atau berisiko tinggi untuk mengalaminya, maka dokter akan memberikan obat lain yang meliputi:
- Atomoxetine.
- Amitriptyline.
- Obat golongan agonis alfa, misalnya clonidine.
Penanganan Melalui Psikoterapi
Penderita ADHD perlu mendapatkan psikoterapi. Selain untuk menangani ADHD, psikoterapi juga berguna untuk mengatasi gangguan mental lain yang menyertai ADHD, misalnya depresi. Jenis-jenis psikoterapi yang bisa menjadi pilihan adalah:
- Terapi perilaku kognitif atau cognitive behavioural therapy (CBT). Terapi perilaku kognitif akan membantu penderita ADHD untuk mengubah pola pikir dan perilaku saat menghadapi masalah atau situasi tertentu.
- Terapi psikoedukasi. Penderita ADHD akan diajak untuk berbagi cerita dalam terapi ini, misalnya kesulitan mereka dalam mengatasi gejala-gejala ADHD. Dari terapi ini, diharapkan penderita dapat menemukan cara yang paling sesuai baginya untuk mengatasi gejala tersebut.
- Pelatihan interaksi sosial. Jenis terapi ini dapat membantu penderita ADHD untuk memahami perilaku sosial yang layak dalam situasi tertentu.
Orang tua, keluarga, guru, dan pengasuh penderita ADHD juga membutuhkan pengetahuan serta bimbingan agar dapat mendampingi penderita. Oleh karena itu, mereka perlu diberikan program pelatihan khusus.
Materi yang diajarkan dalam pelatihan ini antara lain adalah cara menerapkan sistem pujian untuk menyemangati anak, cara menghukum anak ketika berperilaku buruk atau kasar, dan cara mengarahkan aktivitas anak sesuai dengan kemampuannya.
Untuk membantu anak mengendalikan gejala-gejala ADHD, orang tua juga dapat menerapkan pola hidup sehat pada anak, antara lain:
- Membiasakan pola makan yang sehat dengan makanan bergizi
- Memastikan anak cukup tidur dan istirahat.
- Membatasi waktu anak dalam menonton televisi, bermain video game, dan menggunakan ponsel atau komputer.
- Mengajak anak melakukan aktivitas fisik minimal 60 menit setiap hari.
ADHD memang tidak bisa disembuhkan, tetapi bila terdiagnosis secara dini dan ditangani dengan tepat, penderita akan mampu beradaptasi dengan kondisinya dan menjalani aktivitas sehari-hari secara normal.
Komplikasi
Penderita ADHD yang tidak tertangani dapat mengalami kondisi di bawah ini:
- Mengalami kesulitan untuk fokus belajar di kelas, sehingga prestasi akademiknya menurun.
- Memiliki masalah interaksi dengan teman-teman sebaya dan lingkungan sekitarnya.
- Memiliki risiko mengonsumsi alkohol dan menyalahgunakan NAPZA saat beranjak dewasa.
- Berisiko mengalami cedera saat melakukan aktivitas sehari-hari.
- Merasa rendah diri.
Menurut beberapa penelitian, penderita ADHD juga berisiko mengalami gangguan mental lainnya, seperti:
- Depresi
- Gangguan kecemasan
- Gangguan bipolar
- Sindrom Tourette
- Oppositional defiant disorder (ODD)
0 Komentar